Evolusi Dalam Adopsi Internet

Warnet

Bisnis yang berbasis internet kian berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu yang terpopuler adalah warung internet atau yang lebih akrab didengar dengan Warnet.

Kepopuleran Warnet diawali dengan mulai berkembangnya internet di Indonesia. Namun dulu tarif internet dan harga perangkat untuk mengakses internet tidak bisa dikatakan murah. Hal ini membuat hanya sebagian orang saja yang memiliki akses internet pribadi.

Beberapa tahun ke belakang Warnet sempat ada pada masa kejayaannya. Bukan hanya menyediakan akses internet dengan operasi-operasi dasar pada komputer client, beberapa Warnet juga menggunakan komputer dengan spesifikasi lebih tinggi dari komputer standar yang pada akhirnya Warnet ini berfokus pada kegiatan gaming, atau dikenal juga dengan game centre.

Dengan prospek yang menjanjikan, bisnis ini semakin bertumbuh menjadi ladang bisnis baru. Namun seiring dengan perkembangan Warnet, internet secara umum pun tentu berkembang pesat. Adopsi masyarakat terhadap internet semakin tinggi dengan makin banyaknya masyarakat memiliki akses internet pribadi baik memanfaatkan komputer sebagai sarana maupun perangkat mobile yang telah semakin banyak yang memiliki fitur untuk mengakses internet.

Akhir-akhir ini Warnet cenderung mencapai tiik jenuhnya. Dengan pengguna internet yang beralih pada device pribadi tentu merupakan salah satu penyebabnya. Kepemilikan komputer pribadi memang semakin meluas, tetapi perangkat ini kurang memiliki fleksibilitas walau yang digunakan adalah komputer jinjing atau akrab disebut dengan laptop.


radio-tower-316372_640

Mobile Networking

Opsi lain untuk mengakses internet adalah perangkat mobile yang lebih praktis seperti handphone. Pasar handphone ini terus mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Dahulu feature phone cukup dominan dengan menghadirkan tambahan fitur seperti internet, pemutar media, kamera, dan sebagainya. Kini hal tersebut dianggap kurang memadai, sehingga smartphone dan tablet PC lah yang semaking kuat di pasar mobile.

Sistem operasi Android bisa dibilang sebagai katalis dalam pasar smartphone dan tablet PC. Meski banyak sistem operasi mobile lain, Android memiliki perbedaan yaitu merupakan sistem operasi yang open source. Hal ini membuat Android dapat dimodifikasi dan digunakan oleh siapa saja tanpa harus membayar biaya lisensi.

Naik daunnya platform ini menjadi gairah tersendiri bagi vendor pembuat perangkat berbasis Android. Dengan adopsi 4G yang semakin tinggi di beberapa negara dengan populasi pengguna mobile yang padat. Beberapa vendor sudah sejak beberapa tahun lalu dan kian gencar lagi di beberapa bulan belakangan menghadirkan versi LTE dari perangkat high end mereka dan beberapa perangkat memang secara native mendukung 4G, baik perangkat-perangkat yang berbasis Android maupun bukan.


4G

4G adalah teknologi telekomunikasi mobile generasi keempat, yang merupakan susksesor dari 3G. Standar kecepatan 4G adalah 100 Mbit/s pada saat mobilitas tinggi dan 1 Gbit/s saat mobilitas rendah. Beberapa kandidat yang populer adalah LTE, WiMAX (IEEE 802.16e), dan TD-LTE. Akan tetapi, ITU (International Telecommunications Union) menetapkan LTE-Advanced dan WinMAX yang hanya akan menjadi standar 4G sesungguhnya. Selain dua kandidat ini, teknologi-teknologi lain yang sebelumnya diperkenalkan dengan 4G akan disebut 3.9G. Salah satu perbedaan 4G dengan 3G yang paling kentara adalah penggunaan IP packet switching secara penuh pada 4G, sementara 3G menggunakan dua infrastruktur paralel yang terdiri dari circuit switched yang digunakan untuk komunikasi via SMS atau telepondan packet switched untuk komunikasi via internet.

Tak digunakannya circuit switched bukannya tak beralasan, karena 4G menggunakan IPv6 sebagai protokol IP packet switching. Semua komunikasi dengan IPv6 dapat diakomodir oleh alamat dalam jumlah yang besar. Dengan banyaknya alamat ini, IPv6 menghilangkan network address translation (NAT), metode yang berguna untuk menerjemahkan alamat-alamat terbatas pada IPv4. Meski begitu, NAT masih dibutuhkan untuk dapat berkomunikasi dengan perangkat yang menggunakan IPv4. Karena pasti adopsi IPv6 maupun 4G secara keseluruhan akan membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Penggunaan 4G di Indonesia sendiri masih dalam tahap pengujian oleh beberapa operator dalam negeri. Kemenkominfo pun masih menggodok regulasi yang akan diterapkan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pemilihan frekuensi yang akan digunakan untuk 4G ini.

Bila melihat kepopuleran dan kelebihan yang ada, frekuensi 700 MHz lah yang dipandang tepat. Frekuensi ini dapat mempermudah para vendor dalam menghadirkan perangkat-perangkat yang mendukung 4G, karena tak perlu repot untuk membuat perangkat dengan varian frekuensi tertentu agar dapat bekerja. Kelebihan lain dari frekuensi ini adalah baiknya gelombang yang dipancarkan dalam menembus dinding-dinding atau benda lain sehingga akan membuat tingkat efisiensi dan efektifitas infrastruktur-infrastruktur yang dihadirkan para operator telekomunikasi menjadi lebih baik.

Namun, frekuensi 700 MHz saat ini masih digunakan untuk penyiaran pertelevisian berbasis analog. Menurut perkiraan, paling cepat tahun 2017 pertelevisian di Indonesia akan sepenuhnya berbasis digital. Selama waktu itu Kemenkominfo mesti memilih frekuensi lain bila akan menggelar 4G. Setelah peralihan pertelevsian analog ke digital telah rampung sepenuhnya, barulah 4G dapat digelar di frekuensi 700 Mhz.


Optimalisasi Jaringan Yang Ada

Bila melihat kekuatan 4G yang terlihat menjanjikan, memang akan terlihat menggiurkan bagi sebagian orang. Namun untuk sebagian lain yang menganggap 4G overpowered dan juga overpriced mungkin akan tetap menggunakan teknologi yang saat ini masih dan sedang digunakan.

Secara teori, kecepatan maksimal 3G HSPA+ dapat mencapai 168 Mbit/s downlink dan 22 Mbit/s uplink. Tapi memang dengan minimnya perangkat yang mendukung standar HSPA+ dan operator yang belum mampu menghadirkan kecepatan akses pada tingkat itu, membuat belum maksimalnya penggunaan teknologi ini.

Yang sering dijumpai, perangkat dan layanan yang ada hanya mendukung jaringan yang secara teori memiliki kecepatan maksimal 7.2 Mbit/s. Untuk beberapa perangkat, dan dan banyak diantaranya merupakan perangkat mid-high end sudah mendukung HSPA yang memiliki kecepatan maksimal 14.4 Mbit/s downlink dan 5.76 MBit/s uplink. Dan tentu perangakat high end lah yang mendominasi pengadopsian HSPA+.

Selain menghadirkan 4G, operator pun sebaiknya melakukan optimalisasi pada jaringan yang telah ada. Daerah jangkauan, kecepatan maksimal, stabilitas jaringan merupakan sedikit dari hal-hal yang harus diperhatikan oleh operator. Optimalisasi-optimalisasi ini seharusnya dapat memeras kemampuan jaringan yang ada hingga batas maksimal. Tentu optimalisasi-optimalisasi seperti itu akan membuat tingkat kepuasan konsumen yang menggunakan 3G menjadi tinggi. Agar di masa depan saat ingin beralih menggunakan 4G yang tentu sudah matang, konsumen akan mempertimbangkan operator tersebut sebagai penyedia layanan 4G yang baik.


Perkembangan teknologi-telekomunikasi memang kian pesat. Tapi sehebat apapun itu, konsumen adalah penentu sukses tidaknya teknologi-teknologi komersil yang ada. Bagaimanakah progress 4G dan teknologi-telekomunikasi dalam lima tahun ke depan? Sepuluh tahun ke depan? Satu hal yang pasti, penggunaan teknologi apapun haruslah secara bijak.

 

Terakhir disunting pada tanggal 12 Januari 2014

Referensi:

http://en.wikipedia.org/wiki/4G (Diakses pada 5 Januari 2014)
http://en.wikipedia.org/wiki/Long_Term_Evolution (Diakses pada 5 Januari 2014)
http://en.wikipedia.org/wiki/Mobile_WiMAX (Diakses pada 5 Januari 2014)
http://en.wikipedia.org/wiki/3G (Diakses pada 5 Januari 2014)
http://en.wikipedia.org/wiki/UMTS (Diakses pada 5 Januari 2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *